Rabu, 02 Agustus 2017

PGRI DALAM MENGAWAL INDONESIA MERDEKA PGRI PADA ERA PENJAJAHAN


PGRI DALAM MENGAWAL INDONESIA MERDEKA
PGRI PADA ERA PENJAJAHAN
Pada tahap awal kebangkitan nasional dan masa pendidikan Jepang, para guru terlibat dalam organesasi Pemuda Pembela Tanah Air dan Pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar, saat Proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para guru berperan aktif dalam barisan/perjuangan bersenjata mempertahankan kemerdekaan. Tepat 100 hari setelah Proklamasi, pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta para guru berjuang untuk mendirikan organisasi dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi perjuangan. Kepeloporan para guru yang ditunjukkan semasa revolusi hingga sekarang adalah semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak berlebihan kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia di pertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Adanya guru yang profesional dan berdedikasi terhadap tugasnya merupakan prasyarat bagi keberhasilan pembangunan pendidikan kita.
Dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan zaman penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada zaman penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi perjuangan guru-guru pribumi yakni Persatuan Guru Hindia Belanda yang beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Kemudian pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi. Dalam masa penjajahan Jepang, PGRI tidak bisa berkreativitas secara terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan. Peran guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
PGRI PADA ERA KEMERDEKAAN
Lahirnya PGRI adalah tuntutan sejarah dan penggilan tugas sebagai pendidik dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaum guru Indonesia sadar, bahwa perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan akan berhasil jika dilakukan oleh rakyat yang terdidik. Oleh karena itu, kelahiran PGRI setelah proklamasi kemerdekaan memiliki azas, tujuan dan cita-cita yang sesuai dengan proklamasi kemerdekaan. Kesesuaian azas, tujuan dan cita-cita PGRI dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan tersebut terlihat pada pasal 2 anggaran dasar PGRI, hasil Kongres I yang menyebutkan bahwa PGRI berazaskan kedaulatan rakyat yang penuh dalam segala lapangan dan bertujuan: Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia, Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan, Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru pada khususnya. Dengan adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga tiada lagi perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78 Tahun 1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam kepentingan penguasa karena kedekatannya  dengan partai politik tertentu.



PGRI DALAM MENGAWAL INDONESIA MERDEKA
PGRI PADA ERA PENJAJAHAN
Pada tahap awal kebangkitan nasional dan masa pendidikan Jepang, para guru terlibat dalam organesasi Pemuda Pembela Tanah Air dan Pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar, saat Proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para guru berperan aktif dalam barisan/perjuangan bersenjata mempertahankan kemerdekaan. Tepat 100 hari setelah Proklamasi, pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta para guru berjuang untuk mendirikan organisasi dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi perjuangan. Kepeloporan para guru yang ditunjukkan semasa revolusi hingga sekarang adalah semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak berlebihan kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia di pertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Adanya guru yang profesional dan berdedikasi terhadap tugasnya merupakan prasyarat bagi keberhasilan pembangunan pendidikan kita.
Dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan zaman penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada zaman penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi perjuangan guru-guru pribumi yakni Persatuan Guru Hindia Belanda yang beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Kemudian pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi. Dalam masa penjajahan Jepang, PGRI tidak bisa berkreativitas secara terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan. Peran guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
PGRI PADA ERA KEMERDEKAAN
Lahirnya PGRI adalah tuntutan sejarah dan penggilan tugas sebagai pendidik dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaum guru Indonesia sadar, bahwa perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan akan berhasil jika dilakukan oleh rakyat yang terdidik. Oleh karena itu, kelahiran PGRI setelah proklamasi kemerdekaan memiliki azas, tujuan dan cita-cita yang sesuai dengan proklamasi kemerdekaan. Kesesuaian azas, tujuan dan cita-cita PGRI dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan tersebut terlihat pada pasal 2 anggaran dasar PGRI, hasil Kongres I yang menyebutkan bahwa PGRI berazaskan kedaulatan rakyat yang penuh dalam segala lapangan dan bertujuan: Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia, Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan, Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru pada khususnya. Dengan adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga tiada lagi perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78 Tahun 1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam kepentingan penguasa karena kedekatannya  dengan partai politik tertentu.




PERAN PGRI DALAM MENGAWAL SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA


PGRI DALAM MENGAWAL INDONESIA MERDEKA
PGRI PADA ERA PENJAJAHAN
Pada tahap awal kebangkitan nasional dan masa pendidikan Jepang, para guru terlibat dalam organesasi Pemuda Pembela Tanah Air dan Pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar, saat Proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, para guru berperan aktif dalam barisan/perjuangan bersenjata mempertahankan kemerdekaan. Tepat 100 hari setelah Proklamasi, pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta para guru berjuang untuk mendirikan organisasi dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi perjuangan. Kepeloporan para guru yang ditunjukkan semasa revolusi hingga sekarang adalah semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus menerus kita selaraskan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tidak berlebihan kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia di pertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru. Adanya guru yang profesional dan berdedikasi terhadap tugasnya merupakan prasyarat bagi keberhasilan pembangunan pendidikan kita.
Dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) mengatakan zaman penjajahan merupakan bagian sejarah profesi kependidikan. Pada zaman penjajahan, guru tampil dan ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan pada tahun 1912 mereka mendirikan organisasi perjuangan guru-guru pribumi yakni Persatuan Guru Hindia Belanda yang beranggotakan guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Kemudian pada 1932, HIS mengambil langkah ekstrim dengan mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). PGI tetap eksis sampai penjajahan belanda berakhir karena semangat nasionalisme yang tinggi. Dalam masa penjajahan Jepang, PGRI tidak bisa berkreativitas secara terang-terangan, karena semua organisasi dianggap membahayakan. Peran guru pada masa penjajahan amatlah penting karena guru mempunyai nilai strategis untuk membangkitkan nasionalisme, meskipun banyak aral melintang dalam proses penanaman nasionalisme tersebut.
PGRI PADA ERA KEMERDEKAAN
Lahirnya PGRI adalah tuntutan sejarah dan penggilan tugas sebagai pendidik dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaum guru Indonesia sadar, bahwa perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan akan berhasil jika dilakukan oleh rakyat yang terdidik. Oleh karena itu, kelahiran PGRI setelah proklamasi kemerdekaan memiliki azas, tujuan dan cita-cita yang sesuai dengan proklamasi kemerdekaan. Kesesuaian azas, tujuan dan cita-cita PGRI dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan tersebut terlihat pada pasal 2 anggaran dasar PGRI, hasil Kongres I yang menyebutkan bahwa PGRI berazaskan kedaulatan rakyat yang penuh dalam segala lapangan dan bertujuan: Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia, Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan, Membela hak dan nasib buruh umumnya, serta hak dan nasib guru pada khususnya. Dengan adanya Kongres Guru Indonesia, maka semua guru yang ada di Indonesia melebur dan menyatu dalam suatu wadah, yakni PGRI sehingga tiada lagi perbedaan latar belakang. Bahkan pada kelanjutannya, 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Melalui Kepres No.78 Tahun 1994, kiprah PGRI makin bersinar. Namun kiprah PGRI terseret dalam kepentingan penguasa karena kedekatannya  dengan partai politik tertentu.

Selasa, 09 September 2014

curhatku

memang banyak yg mengenalku sebagai seseorang yg ceria, periang, suka humor, seruuu,, dll. namun sebenarnya dibalik itu semua aq mempunyai problem yg huh,,, sulit sekali aq selesaikan ,, keliatan lebai sih jika bahas soal cinta pada zaman ini,, namun apa daya,, aq meluapkan emosiku dg menulis, cinta,, iya cinta,, pribadi yg terlihat kuat dal;am segala ujian dan cobaan, bakal luluh habis jika bahas soal cinta,, saat ini aq pcrn sama seseorang, namanya a**** maav aq g bsa sebutin, aq cinta bgt sama dia, begitupun jg dia, tp aq g suka dg cara dia mencintaiku,,, jujur aq sudah capek jika harus bertengkar setiap hari,,, aq butuh ketenangan dalam hubungan,, kalo seperty ini terus, aq ingin ****** sajalah,,,
   aq males jika tiap hr km cuekin,, aq jg punya perasaan,,, gara2 sepele km gedein, aq capekkkk,, kalo in caramu agar aq menjauhimu,, ok lah,, ap ini caramu agar km tau kalo km syg bgt ma ak? ak bingung m kAMU! lelah! iya! aq lelah!

Rabu, 06 Agustus 2014

effect mandi lewat jam 5 sore.(cewek)

kenapa seperti itu? pengalaman saya, bahwa cewek yg mandi lewat jam " tersebut dapat dipastikan mereka adalah cewek pemalas. cewek pemalas hanya akann, tidur, novi, ngemil, buka buku sebagai yah,,,, pantesanlah,,, hura" dll. cewek seperti ini mempunyai ego yg tinggi, mudah putus asa. jika diberi nasehat akaan selalu ngeyel.. perkaranya sepele sih,, tp effectnya itu sering tidak disadari oleh cewe jaman skrg... y terserah sih terserah,, tp kalo sep[erty itu terus????? apa km selamanya menjadi seperty itu??? seumpama punya anak nanty??? kayak kamu??hah?? kalo aq sih, jelas ga mau!! pengalaman saya,, beberapa kali saya  punya pacar yg mandinya lewat jam 5 sore,, sifat menereka jg seperty itu...bahkan aq mutusin cewek gara2 mandi jg pernah :D,, buat para kaum adam,,, selectif lah memilih cewek buat masa depan anak kita nanti.

alasan cewek memakai jilbab dan tidak menurut mantan saya :D

jilbab, saya paling suka melihat cewe pake jilbab,, yah,,, walopun sifatnya tak sebagus jilbabnya,, tetapi paling tidak, mereka sedilkit mengurangi dosa dengan tidak memamerkaN auratnya,  jaman sekarang jilbab bukan sebagai kewajiban penutup tubuh, tetapi bagian dr fashion, tp y tak apalah asalkan tidak melanggar syariat agama,, menurut mantan saya,kenapa mereka tidak pake jilbab karena ribet, sumuk, keringetan, gerah,, eh sama leh gerah sama keringetan:D, selain itu ada juga yg bilang,, loh mas, kalo saya pake jilbab, rebonding saYA tidak akan terl;ihat o? kan ssaya ke salonnya mahal....? trus yg pake jilbab aq tanya,, kebnapa km pake jilbab?  lha rambutq keriting ,jelek kalo g pke jilbab,,,, nah,, kita bicara realita saja ya,, remaja kita banyak yg pke jilbab tp karena fashion. bukan karena :oh, ini aurat saya, saya punya kewajiban menutupnya"

Selasa, 05 Agustus 2014

Pada zaman ini telah tiba dimana manusia hidup dalam fatamorgana...hidup didalam lautan madu, tp tidak merasakan nikmat dan manisnya madu...
kita sedang tidak menyadari apa tujuan kita di dunia ini? untuk apa kita dikirim ke bumi ini? apa yg harus dan tidak kulakukan di dunia ini? mengapa aq bisa ke dunia ini? siapa yg menciptakan aq dan bumi ini?
aq sering melamun dimalam hari,,,ketika semua org telah terlelap...dalam lamunanq aq berfikir trsbut...aq melihat banyak diantara kita hidup itu sesuatu yg harus dinikmati, hidup itu permainan,hidup itu proses,dll...
mnurut saya hidup itu tidak harus dinikmati,tp dijalani dg kerendahan hati.....
pernahkah kalian berfikir,,,setelah nanty kalian meninggalkan dunia ini... apa yg kalian tinggalkan? apa manusia setelah kamu,tau akan namamu? mengenal km bahwa km pernah ada di bumi?
hidup ini tidaklah perkara yg sulit untuk orang yg mau berfikir dan berusaha....
hidup akan terasa susah pada orang yg tidak mau berfikir....
hidup adalah beban bagi orang yg malas....
satu agama sebagai pegangan ..
2 tali sebagai pedoman..
satu iman sebagai tujuan.....
iman,islam,ihsan,,,,,tujuan hidup:)